Senin, 04 November 2013

batik klasik jogja

Batik klasik yogyakarta


Batik Yogyakarta adalah salah satu dari batik Indonesia yang pada awalnya dibuat terbatas hanya untuk kalangan keluarga keraton saja. Setiap motif yang terujud dalam goresan canting pada kain batik Yogyakarta adalah sarat akan makna, adalah cerita. Hal inilah yang membedakan batik Yogyakarta dengan batik-batik lain, yang menjaga batik Yogyakarta tetap memiliki eksklusifitas dari sebuah mahakarya seni dan budaya Indonesia.

                Berkembangnya batik sebagai sebuah trend fashion di berbagai kalangan, baik itu tua muda, hingga beragam profesi & latar belakang ekonomi, semakin meluweskan munculnya motif batik modern. Salah satu yang sering mendapat sorotan adalah motif batik dari kota Yogyakarta atau Jogjakarta. Batik Jogja atau Batik Yogya pada dasarnya merupakan batik yang memiliki corak batik dengan dasar putih.












1. Motif batik kawung

Zat Pewarna: Naphtol
Digunakan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Geometris
Makna Filosofi : Biasa dipakai raja dan keluarganya sebagai lambang keperkasaan dan keadilan.

Motif ini bergambar nama bunga pohon aren (buah kolang-kaling). Bathik kawung berbentuk geometris segi empat didalam pengartian kebudayaan jawa melambangkan suatu ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia.

Pada awalnya bathik kawung ini dipakai dikalangan keluarga kerajaan, tetapi setelah Mataram terbagi dua corak, ini dikenakan golongan yang berbeda. Di Surakarta motif ini dipakai oleh golongan Punokawan dan Abdidalem jajar priyantaka, didalam tokoh pewayangan, motif kawung ini dipakai oleh Semar, Gareng, Petruk & Bagong.



2. Motif batik parang kusumo

Zat Pewarna : Naphtol
Digunakan : Sebagai kain saat tukar cincin
Unsur Motif : Parang, Mlinjon
Ciri Khas : Kerokan


Apa itu motif parang?

Salah satu motif batik yang terkenal adalah parang. Motif ini mempunyai ciri khas garis-garis lengkung, yang dapat diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam (raja). Komposisi miring pada parang juga melambangkan kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan gerak cepat, sehingga pemakainya diharapkan dapat sigap dan sekatan.
Pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan menjadi ketentuan yang termuat dalam Pranatan Dalem Jenenge Panganggo Keprabon Ing Karaton Nagari Ngajogjakarta tahun 1927.
Dalam perkembangannya, motif parang memunculkan banyak variasi, seperti Parang Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah.


Jenis-jenis motif parang
1. Parang Rusak
Motif ini merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di lingkungan kraton. Pada jaman dahulu, Parang Rusak biasanya digunakan prajurit setelah perang, untuk memberitahu Raja bahwa mereka telah memenangkan peperangan.

Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram. Konon, sang raja sering bertapa di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang terlihat seperti pereng (tebing) berbaris. Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat bertapa tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena terkikis deburan ombak laut selatan, sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak
2. Parang Barong
Motif batik ini berasal dari kata “batu karang” dan “barong” (singa). Parang Barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya motif ini hanya boleh digunakan untuk Raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.
Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.

Kata barong berarti sesuatu yang besar, dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif Parang Rusak Barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri
3. Parang Klitik
Motif batik yang menyimbolkan perilaku halus dan bijaksana. Dulu motif batik ini hanya dikenakan oleh para putri raja.

4. Parang Slobog
Motif batik yang menyimbolkan keteguhan, ketelitian, dan kesabaran.
Motif ini dulu dipakai pada upacara pelantikan para pejabat pemerintahan, karena melambangkan harapan agar para pejabat selalu diberi petunjuk dan kelancaran dalam menjalankan semua tugas-tugas yang menjadi tangung jawabnya.

Selain untuk pelantikan pejabat, Slobokan atau parang Slobog hanya boleh dikenakan dalam acara pemakaman saja. Hal ini merupakan simbolisasi harapan agar arwah yang meninggal mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam perjalanan menghadap Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan keluarga yang ditingalkan juga diberi kesabaran dalam menerima cobaan kehilangan salah satu keluarganya.


3. Motif Batik Trumtum
  
Zat Pewarna: Soga Alam

Digunakan : Dipakai saat pernikahan
Ciri Khas : Kerokan
Makna Filosofi : Truntum artinya menuntun, diharapkan orang tua bisa menuntun calon pengantin.
Motif Truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat,abadi dan semakin lama terasa semakin subur berkembang(tumaruntum). Karena maknanya,kain motif truntum biasanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.

4. Motif batik tambal

Zat Pewarna: Soga Alam
Digunakan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Ceplok, Parang, Meru dll
Ciri Khas : Kerokan
Makna Filosofi : Ada kepercayaan bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, sakitnya cepat sembuh, karena tambal artinya menambah semangat baru
Motif batik tambal memiliki arti tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal yang rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju kehidupan yang lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif tambal dipercaya bisa membantu kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan kain motif tambal. Kepercayaan ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang kurang”, sehingga untuk mengobatinya perlu “ditambal”.



5. Motif Batik Pamiluto

Zat Warna : Soga Alam
Kegunaan : Sebagai kain panjang saat pertunangan
Unsur Motif : Parang, Ceplok, Truntum dan lainnya
Filosofi : Pamiluto berasal dari kata “pulut”, berarti perekat, dalam bahasa Jawa bisa artinya kepilut.












6. Batik motif parang peni


Melayat
Untuk menghadiri suatu pemakaman biasanya digunakan motif batik yang tidak bermakna kekerasan dan dengan warna yang lebih gelap. Jadi untuk menghadiri suatu pemakaman tidak dikenakan batik dengan motif Parang Rusak, Parang Gendhrek .. Tetapi bisa dikenakan misalnya Parang Kusumo, Parang Peni. Agar yang meninggalkan kita bisa mendapatkan harumnya bunga (Parang Kusumo) dan keindahan serta keteraturan seperti yang terlihat dalam tatanan lukisan  motif Parang Peni.




7. Batik motif Sekar Jagad


Receptie dan Pesta

            Batik bermotif  “bunga-bunga” besar. Melambangkan ungkapan cinta dan memiliki  unsur-unsur memelihara perdamaian. Maka tak heran bila motif ini sering dikenakan dalam pesta pernikahan. Dengan mengenakan motif Sekar Jagad (bunga dunia) diharapkan mempelainya dikemudian hari akan hidup dalam keserasian, baik dengan sesamanya maupun dengan lingkungannya.




8. Motif sido wirasat


                                    8                                                                      9
Dalam motif ini selalu terdapat komdinasi kombinasi motif truntum di dalamnya karena melambangkan orang tua akan selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga. Wirasat artinya lambang atau simbol. Dalam kain batik wirasat terdapat motif-motif corak truntum, corak sidomukti, corak sidoluhur, dan corak Sidhomulyo.

9. Batik motif Wirasat Yogya dan Solo
Kain batik wirasat biasa dikenakan oleh orang tua pengantin putri. Hal ini merupakan harapan agar keluarga pengantin dan mempelai berdua dapat hidup rukun. Motif Wirasat merupakan pengembangan dari motif Sida Mulya, yang isinya terdiri dari bermacam–macam motif batik, antara lain motif Cakar Ayam, Truntum, Sida Luhur, dan Sida Mulya. Makna motif ini, supaya dikabulkan segala permohonannya, mencapai kedudukan tinggi, terpenuhi segala materi, juga permohonan petunjuk dari Tuhan saat mendapat kegelapan agar cepat diberi jalan yang terang.

10. Ceplokan (semacam motif Kembang Jahé dalam perbatikan Cirebonan)

Suatu motif yang penuh dengan patroon daun kates /papaya yang diselingi di antaranya dengan lukisan semacam burung dengan bayangannya. Seperti figuur yang terdapat dalam motif Cokrak- cakrik yang posisinya saling bertolakan. Motif cokrak – cakrik secara umum  mempunyai makna timbal balik. Sedang arti  kata cakrik = rupa, perangai, bentuk muka,profil muka. Jadi dalam motif Cokrak –cakrik, digambarkan wajah atau polah tingkah seseorang. Suatu pola tingkah laku yang berubah-ubah dan kadang dengan diselingi bersembunyi di balik figur yang lain.


11. Batik motif Ceplok, cokrak-cakrik

Motif ini justru dibabarkan untuk mengingatkan pemakainya agar sadar bahwa dia harus membuang salah satu sifat yang tidak baiknya (plintat-plintut). Dia harus selalu sadar bahwa dengan tingkah laku yang berubah-ubah akan banyak menemui rintangan dalam kehidupannya.






12. Peksi gisik lorok

                Batik motif Peksi Gisik Lorok dengan latar batu-batu koral, menggambarkan burung Sikatan yang biasa hidup di pinggiran sungai( gisik ) untuk melengkapi motif batik yang khas Pacitan, bagian daun dan buahnya di selipkan buah Pace. Proses pewarnaan batik dengan menggunakan proses klasik, yaitu kain yang telah dibatik di wedel terlebih dahulu kemudian dilorot, dibatik ulang lalu disoga ( coklat ). Pola batik ini bisa digunakan untuk bahan hem, kain panjang, sarung, dan selendang







13. Batik Cuwiri

Zat Warna      : Soga Alam
Kegunaan       : Sebagai “Semek’an” dan Kemben. Dipakai saat upacara “mitoni”
Unsur Motif    : Meru, Gurda
Filosofi            : Cuwiri artinya kecil-kecil, Diharapkan pemakainya terlihat pantas dan dihormat

14. Motif batik sido mukti 


Zat Warna      : Soga Alam 
Kegunaan       : Sebagai kain dalam upacara perkawinan 
Unsur Motif    : Gurda 
Filosofi            : Diharapkan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan.   
 
15. Batik celok kasatrian


Zat Warna      : Soga Alam 
Kegunaan       : Sebagai kain saat kirab pengantin 
Unsur Motif    : Parang, Gurda, Meru 
Ciri Khas        : Kerokan 
Filosofi            : Dipakai golongan menengah kebawah, agar terlihat gagah   
16. Motif batik ciptoning



Zat Warna      : Soga Alam 
Kegunaan       : Sebagai kain panjang 
Unsur Motif    : Parang, Wayang 
Ciri Khas        : Kerokan 
Filosofi            : Diharapkan pemakainya menjadi orang bijak, mampu memberi petunjuk    jalan yang benar   

17. Motif batik udan liri


Zat Warna      : Soga Alam 
Kegunaan       : Sebagai kain panjang 
Unsur Motif    : Kombinasi Geometris dan Suluran 
Ciri Khas        : Kerokan 
Filosofi            : Artinya udan gerimis, lambang kesuburan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar